Sabtu, 23 Juni 2012

Facing Reality

Bismillahirrahmanirrahim.

Hai Ramah-ers,, gimana satnight-nya? seru? atau malah ngerasa bosen dengan rutinitas satnight yang gitu-gitu aja? Atau malah ga nyadar kalo malam ini malam minggu karena ada hal yang lebih penting yang sedang kita kejar, kita fokusin karena hal tersebut berkaitan dan amat menentukan karir hidup kita ke depan.
Yup, whatever the condition is, admin harap teman2 RAMAh-ers selalu bisa mendapat keridhoan-Nya.

Oia RAMAH-ers, sehubungan dengan ridho Allah, pernah ga kalian ngeluh soal takdir? Entah itu fisik yg kurang bagus, penyakit yg datang tiba2, kehilangan benda berharga, dapat nilai atau rangking buruk di sekolah, gagal masuk sekolah atau PTN yg diinginkan, dapet kerjaan setumpuk di kantor, difitnah orang lain atau mungkin.. ditinggal oleh orang2 tercinta. Pernahkah kalian mempertanyakan keadilan Tuhan tentang kenyataan yg kalian terima? Ribuan kenapa, jutaan mengapa. Apakah Tuhan mengistimewakan nasib sebagian orang dan menyengsarakan sebagian lainnya?

Welcome to The Jungle, Fellows!
Semakin dewasa, kita semakin tahu bahwa hidup itu tidak semanis kelihatannya. Ada banyak kegetiran yg siap terjadi kapan saja. Pun saat bicara tentang kekurangan yg kita miliki. Terkadang..,, bahkan seringkali, kita harus gigit jari ketika melihat kesempurnaan orang lain, dan sekonyong-konyong membandingkannya dengan diri sendiri.  Iri! Iri si kulit hitam pada si kulit putih, iri si miskin pada si kaya, iri si jelek pada si cakep, walah ga ada habis-habisnya deh! Belum lagi kalo kita ngomongin soal berbagai kesulitan hidup yang turun dari langit. Is this really called life?

Sejatinya, setiap manusia pasti mendapat ujian. Tapi, yang perlu digarisbawahi ialah bahwa antara manusia yg satu dengan yg lain mempunyai ujiannya masing-masing. Ujian hidup si Ujang gak akan sama dengan ujian hidup si Jamile, begitupun dengan ujian hidup si Zul dan si Ica, si Bintang dan si Bulan, ato si Romi dan si Juli.
Lho?! Kenapa bisa beda-beda gitu?

Because.. kemampuan, latarbelakang, karakter dan tingkat keimanan setiap orang tidak sama. That's why belum tentu orang yang hidupnya terlihat enak dan jauh dari kesulitan di mata kita, benar-benar enak dan jauh dari kesulitan. Akan selalu ada faktor yg bisa bikin dia sedih, BT, kecewa, takut, bahkan 'iri' pada takdir orang lain! For example: Let's say kamu iri sama orang super duper tajir. Tapi pernah ga terbesit di pikiranmu kalo orang super duper tajir tersebut mungkin iri pada kesederhanaan hidupmu? Ah, mana mungkin! Hey Bro, liat lagi lebih dalam! Hal itu mungkin saja terjadi. Kalo kamu bukan orang super duper tajir, kamu gak perlu repot ngurusin cash flow perusahaan, gak perlu muter otak untuk menyelamatkan milyaran harta kamu dari anjloknya bursa saham, dan gak perlu mikirin kesejahteraan ribuan karyawan. Karena itu, dia (si orang super duper tajir) amat sangat mungkin akan berpikir bahwa hidup kamu yang enak, bukan hidupnya! It's very rudiculous, don't you think?

Bitter Things Doesn't Always Mean The Same
Sebagai muslim, adalah kewajiban bagi kita mempercayai bahwa takdir telah diatur oleh sang Kholiq. Allah Swt. berfirman 
"Tiada satu bencana yang menimpa di bumi ini (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan (yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadaMu. dan Allah tidak menyukai orang-orang sombong lagi membanggakan diri." (Al-Hadid: 22-23)


Nah, dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah telah mengatur semua takdir untuk manusia, termasuk yang kita anggap 'salah' selama ini. Persoalannya: apakah takdir salah itu memang sebuah kesalahan?
"... boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu; dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (Al-Baqarah: 216)

RAMAH-ers yg dirahmati Allah, rasanya kurang pantas ya, kalo kita sebagai manusia yg dhoif langsung gitu aja nge-judge takdir mana yang baik dan mana yang buruk. Selain dangkalnya ilmu yg kita punya, kita pun ga tahu hikmah apa yg tersembunyi di balik takdir yg kita terima. Lagipula, ada kalanya sebuah ujian itu datang dg tujuan menjadikan kita sesosok manusia yang lebih kuat, atau untuk menambah ketakwaan kita, menghapus dosa2 kita. Bahkan bukan hal yg ga mungkin, takdir yg kita anggap 'takdir buruk' justru menjadi 'tiket' khusus untuk masuk ke surga jika kita bisa menyikapinya dg tepat. So, di bagian mana lagi kita harus ga bersyukur?

Emang sih, ujian hidup (baca: kenyataan pahit) bukan hal yang mudah untuk diatasi. Karena kadang untuk mnegatasi hal itu perlu pengorbanan lebih dan harus menggadaikan air mata. Tapi, bicara soal sedih dan sakit..., seberapa besar sih kedihan dan kesakitan kita, bila dibandingkan dengan perjuangan Nabi Muhammad Saw saat beliau ditimpuki orang2 kafir, atau terluka parah saat perang Uhud, dan diejek sebagai orang gila ketika menyerukan Islam! Padahal kan.. Beliau itu utusan Allah. Takdir Nabi seharusnya gak gitu kan?! Tapi, kenapa yg terjadi malah sebaliknya?

Ramah-ers, Allah menyayangi hamba-Nya dengan cara-Nya tersendiri. Dia memberi ujian (baca: peluang amal) pada orang2 yg dikasihi-Nya (meski itu pedih). Ujian demi ujian akan selalu Dia beri hingga pahala hamba-Nya tsb bertambah, dosa-dosanya berkurang dan secara otomatis menambah poin plus-plus buat hamba-Nya untuk masuk surga.

ALERT: Pay Attention to Your Mental!
Setiap orang akan diuji Allah pada titik terlemahnya. Ini dimaksudkan agar titik tersebut menjadi kuat dan gak keropos! Allah ga akan menaikkan derajat orang yang diberi ujian tsb sebelum dia mampu mengatasi ujian dengan cara yg Allah sukai, yakni sabar dan shalat.
Yup, sabar dan shalat :)

Dengan sabar dan shalat, mental kita akan membaik. Dengan mental yg baik, insya Allah kita akan mendapat takdir baik pula di akhirat nanti. Maksudnya apa sih?
Maksudnya begini: perbedaan mental atau sikap yang RAMAH-ers pake pada saat menghadapi kenyataan (problematika dlm hidup) akan menciptakan hasil atau pemahaman yang berbeda pula. Perbedaaan pemahaman ini akan membedakan keputusan yang RAMAH-ers buat, dan perbedaan keputusan akan membedakan tindakan (action) yang diambil oleh setiap RAMAH-ers. Lama kelamaan, setiap tindakan yang sudah kita buat akan menjadi suatu kebiasaan dan perbedaan kebiasaan akan membedakan karakter (perilaku setiap RAMAH-ers) dalam menhadapi hidup. Bbbeuuhh berraattt banget sih nih admin bahasanya!

Tapi, emang bener loh teman2. Bahkan ada yg lebih, lebih, dan lebih krusial lagi yakni.. perbedaan di tingkat karakter akan berdampak pada perbedaan tanggapan (feedback) yang bakal dikeluarkan oleh 'kehidupan' pada kita!  Bukankah dalam Al-Quran juga tertera bahwasanya Allah ga akan mengubah nasib suatu kaum jikalau kaum tersebut 'ga mau' mengubahnya?  
Hayo cari tahu.. ini terkandung pada surat apa dan ayat berapa :)

Three Keys to Understand Our Destiny
Sesungguhnya, dalam urusan memahami takdir, ada 3 komponen yang harus,kudu,musti RAMAH-ers perhatiin:
1. Qodho.
Qodho adalah segala ketetapan Allah ta'ala yg gak bisa diganggu gugat. Misalnya jodoh, rezeki dan kematian.
2. Kauniyah.
Kauniyah bisa diartikan sbg hukum yg Allah berlakukan untuk alam dan manusia, dari tahun 1 sampe kiamat. Misalnya air mengalir turun dari dataran tinggi ke dataran yg lbh rendah, manusia yang terus beranjak tua, berpijarnya matahari dll.
3. Syari'ah.
Syari'ah adalah peraturan Allah Azza wa Jalla yang mana Allah ingin manusia melakukannya, misalnya sholat, puasa, zakat dsb.

Okay, setelah tahu komponen2-nya sekarang kudu tahu formulanya. Formula untuk memahami takdir adalah jangan mempersoalkan hal-hal yang Allah ingin lakukan terhadap kita (qodho dan kauniyah), tetapi fokuslah pada hal-hal yg Allah ingin kita melakukannya (syari'ah). Yakinlah bahwa kita ga akan dinilai Allah dari takdir yg kita terima (see: kaya, miskin, jelek, cakep, dll), melainkan dari cara kita menyikapi itu semua.  
Isn't great?

ref: LOOK (Think, Do and Be), Agustus 2006
 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar